Komisi X Identifikasi Masalah Kelembagaan dan Akreditasi Prodi Kota Surakarta

Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto saat memebrikan keterangan usai memimpin Kunjungan Kerja Spesifik.Foto :Agung/rni
Komisi X DPR RI mengkaji dan mengevaluasi kelembagaan dan akreditasi program studi pendidikan tinggi (dikti) di wilayah Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto mengatakan, pihaknya menilai perlu mengawal proses perbaikan mutu pendidikan tinggi, khususnya terhadap kelembagaan perguruan tinggi negeri maupun swasta termasuk pembentukan L2Dikti, akreditasi dan penerapan rodi perguruan tinggi.
“Kunspek ini terkait pengelolaan kelembagaan dan akreditasi perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan swasta. Ternyata masukan ini banyak sekali terutama mengenai kelembagaan dan operasional," katanya usai pertemuan dengan Wali Kota Solo, civitas akademika Universitas Sebelas Maret, Institut Seni Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Senat BEM, Dinas Pendidikan Kota Solo, dan sKemenritekdikti RI, di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (06/2/2019).
Legislator Partai Demokrat inj menjelaskan banyak sekali yang perguruan tinggi yang berstatus satker berkeinginan menjadi badan hukum. Menurutnya, ini mempunyai konsekuensi yang harus diketahui karena belum tentu keinginan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) akan lebih baik dari statusnya yang sekarang.
“Pengelolaan PTN-BH tidak mudah, malah merugikan mereka sendiri belum tentu juga sanggup mengelola itu. Jangan emosional, tapi benar-benar perguruan tinggi itu sudah mampu belum menjadi PTN-BH. Demikian juga yang masih status Badan Layanan Umum (BLU), ya sudah BLU saja kalau lebih enak. Kalau lebih enak lagi satker kalau masih kecil," ujarnya.
Terkait biaya operasional baik untuk maupun kesejahteraan pada bidang pendidikan, Djoko menilai patut prihatin, sebab postur anggaran pendidikan tidak ditambah selama 4 tahun terakhir. Anggaran pendidikan tinggi dan pendidikan dasar masing-masih tidak lebih dari 8 persen dari 20 persen APBN. Kemenristekdikti hanya mendapat Rp 40,5 triliun. Demikian juga Kemendikbud hanya mendapat alokasi anggaran Rp 37 triliun.
“Kalau ini tetap tidak mau geser, bayangkan saja sarana dan prasarana kita itu sungguh memperihatinkan, belum lagi kebijakan pemerintah dengan adanya UNBK yang infrastrukturnya harus dipenuhi dulu, seperti komputer, listrik, internet, instruktur," ungkap Djoko sembari tetap memberikan apresiasi kepada pemerintah yang sudah berkomitmen menaikan mutu pendidikan. (as/sf)